Di
dunia konstruksi juga dikenal adanya perlindungan terhadap Hak Kekayaan
Intelektual. Beberapa undang – undang yang memiliki keterkaitan antara Hak
Kekayaan Intelektual dan bidang konstruksi adalah :
a)
Pada UU No. 18/1999 tentang Jasa
Konstruksi disebutkan bahwa bidang usaha jasa konstruksi itu terdiri dari
proses perancangan dan pembangunan pekerjaan arsitektur, sipil,
mekanikal/elektrikal dan tata kelola lingkungan. Di dalam UU ini juga
disebutkan bahwa kontrak kerja konstruksi harus memuat tentang hak kekayaan
intelektual yang salah satu diantaranya berupa hak cipta. Dalam dunia
konstruksi, penerapan penggunaan hak kekayaan intelektual yang sangat terlihat
itu di bidang penggunaan paten teknologi konstruksi sendiri. Segala ketentuan
terkait kontrak kerja konstruksi yang memuat kekayaan intelektual atau hasil
karya seseorang biasanya diberikan insentif tertentu. Dalam UU ini juga
dijelaskan bahwa kekayaan intelektual merupakan penerapan ilmu yang dimiliki
seseorang sehingga dapat menciptakan inovasi dalam proses perencanaan
konstruksi baik berupa perencanaan atau beberapa hal lainnya.
b)
Pada UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta
dikatakan bahwa hak cipta merupakan hak khusus bagi seorang pencipta karya
untuk dapat menyebarluaskan, memublikasikan dan memperbanyak karya-karyanya.
Ciptaan tidak terbatas di atas kertas, melainkan ciptaan dapat merangkum segala
hal mulai dari ilmu pengetahuan, seni maupun sastra. Diketahui juga misalnya
proses penciptaan dilakukan oleh seseorang dalam suatu ikatan atau pekerjaan
dinas maka pemegang dari hak cipta tersebut adalah pihak dinas yang terkait.
Namun si pencipta dapat melakukan semacam perjanjian dua pihak untuk
menyebarluaskan data atau hasil ciptaan itu maka biasanya diperbolehkan. Suatu
pekerjaan yang dilakukan oleh kedua belah pihak membutuhkan persetujuan dari
keduanya (pihak pencipta maupun badan yang menaunginya) jika ingin menyebarluaskan
data atau ciptaannya.
Di dalam UU ini juga dijelaskan bahwa
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dimana ciptaan
arsitektur juga termasuk ke dalamnya. Namun, dalam hal penerapannya, karya
arsitektur tidak akan dipungut bayaran jika hasil ciptaan itu mengalami
perubahan berdasarkan pertimbangan teknis. Untuk mendapatkan keputusan terkait
hak cipta, biasanya Direktorat Jenderal HKI akan memberikan keputusan maksimal
9 bulan terhitung sejak diajukannya permohonan secara lengkap. Sengketa dalam
hak cipta dapat terjadi jika seandainya ada peniadaan nama pencipta,
mencantumkan namanya sebagai nama pencipta, mengganti atau mengubah judul
ciptaan dan mengubah isi ciptaan.
c)
Pada PP RI Nomor 59/2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi menjelaskan bahwa pemilihan perencana konstruksi dan pengawas
konstruksi dapat dengan cara penunjukan langsung selama pihak yang ditunjuk
merupakan satu-satunya pihak yang mendapatkan lisensi atau pemegang dari hak
cipta suatu unit pekerjaan atau proyek.
d)
PP No. 29/ 2000 tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi menjelaskan bahwa kontrak kerja konstruksi harus memuat siapa
pencipta dari perencanaan yang dibuat dan pemenuhan kewajiban terkait hak cipta
hasil perencanaan pihak lain yang dipakai atau paten yang digunakan.
e)
Adapun satu-satunya desain yang memiliki
aturan yang rinci terkait hak cipta adalah desain industri (UU Nomor 31 tahun
2000)
f)
PP No. 38 tahun 2009 tentang Jenis dan
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia menggambarkan bahwa untuk mengajukan permohonan dan
biaya penerbitan sertifikat hak cipta membutuhkan dana khusus.
Selain data-data literatur di atas,
penulis juga memperoleh data primer yang berhasil dikumpulkan dari hasil
wawancara dan diskusi dengan Dr. Mohammed Ale Berawi (selaku Chief Editor
jurnal IJTech dan Ahli Manajemen Konstruksi), Bapak Gunawan (S2), Bapak Albert
(S2) dan Ibu Siti (S2) pada tanggal 25 Maret 2013 di gedung Engineering Center
FTUI terkait penerapan Hak Cipta dalam dunia konstruksi di Indonesia. Berikut
adalah kumpulan kesimpulan dari hasil wawancara dan diskusi yang dilakukan :
a)
Biasanya untuk gambar bangunan yang
dicopy di Indonesia tidak ada royalti yang harus dibayarkan. Sejauh ini yang
mendapat perhatian khusus di dunia konstruksi baru berupa pemakaian paten.
b)
Proyek konstruksi merupakan proyek yang
unik sehingga memiliki hasil akhir, anggaran biaya, waktu dan metode kerja yang
berbeda.
c)
Pemakaian gambar kerap dilakukan di
dunia konstruksi untuk bangunan yang tipikal, hanya saja biasanya si owner akan
merubah satu bagian yang ada untuk membedakan bangunannya dengan bangunan
lainnya.
d)
Hak cipta merupakan ide atau gagasan
dari suatu pemikiran atau karya, sedangkan paten lebih kepada produk yang
dihasilkan.
Di dunia konstruksi penerapan hak kekayaan
intelektual sangat dibutuhkan. Saat ini penerapan hak kekayaan intelektual di
dunia konstruksi masih sebatas penggunaan paten dalam penyelesaian proyek.
Penerapan peraturan terkait hak cipta dalam sebuah proyek hampir tidak pernah menjadi
permasalahan atau sengketa. Dalam proyek yang tipikal seperti gedung sekolah
baru di kota A dan kota B yang dikerjakan oleh suatu dinas atau instansi pemerintahan,
tidak jarang penggunaan kembali layout ruangan, tampak depan, tampak samping
dan beberapa gambar digunakan. Hanya saja kegiatan ini tidak menimbulkan
permasalahan antar kedua belah pihak. Hal ini terjadi karena berdasarkan UU No.
19 tahun 2002 pasal 15 poin ii (f) menyatakan bahwa khusus untuk pekerjaan
arsitektur yang telah dimodifikasi secara teknis tidak akan dikenakan pungutan
biaya walaupun terdapat penggunaan karya ciptaan dari seseorang. Selain itu
menurut penuturan salah satu narasumber yaitu Ibu Siti (S2) mengatakan bahwa
proyek konstruksi itu unik dan pasti akan ada perbedaan diantara kedua
bangunan/proyek tersebut walaupun tampilan luar dari bangunan tersebut tetap
sama. Oleh karena itu penerapan peraturan terkait hak cipta di bidang konstruksi
sangat jarang ditemukan.
Penerapan hak cipta terbilang kurang di dunia konstruksi bukan disebabkan karena abainya
pelaku-pelaku konstruksi terhadap peraturan ini. Akan tetapi untuk menerapkan
hak cipta di dunia konstruksi dibutuhkan suatu sistematika yang merinci segala
ketentuan berlaku yang harus diperhatikan. Seperti menurut Bapak Gunawan (S2)
yang diwawancara pada tanggal 25 Maret lalu, “Untuk menerapkan peraturan hak
cipta pada kasus penggunaan gambar kerja membutuhkan suatu peraturan yang
merinci kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut. Misalnya, apa parameter dari
pelanggaran hak cipta dan kapan hak cipta seseorang perencana bangunan
terlanggar”.
Penerapan Hak Cipta di Dunia Konstruksi
Dalam hal hak cipta,
AIA Knowledge Resources Staff menyatakan dalam tulisannya (Januari, 2007) bahwa
penerapan peraturan hak cipta untuk seorang arsitek merupakan hal yang sulit,
apalagi saat ini setelah semua pekerjaan telah dilakukan dengan media
elektronik sehingga ekspresi dari sebuah karya arsitektur itu sendiri tidak
memiliki karakternya.
Perlindungan terhadap hak cipta di dunia konstruksi
telah dilakukan sejak tahun 1990 dengan adanya The Architectural Works
Copyright Protection Act of 1990 (AWCPA) yang telah menambahkan satu hukum
terkait hak cipta pekerjaan. Di dalam peraturannya, AWCPA menyatakan bahwa
seorang arsitek tidak melanggar hak cipta dalam dunia konstruksi asalkan mereka
tidak menduplikat struktur dan spesifikasi dari proyek tersebut. Dari kedua
pernyataan ini terlihat jelas bahwa di dunia konstruksi perlindungan terkait
hak cipta sangat dilindungi. Hanya saja karena adanya sifat setiap proyek
konstruksi yang berbeda maka pelanggaran terkait hak cipta ini sangat jarang
terjadi. Berbeda halnya dengan desain industri yang memiliki suatu kesamaan
dalam standarisasi produk.
Di dunia industri, hak cipta sangat dilindungi dan
sering menemukan sengketa dalam hal pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena
jenis produk dari hasil manufaktur cenderung sama dengan standar yang sama.
Oleh sebab itu di Indonesia sendiri saat ini ada Undang – Undang yang khusus
mengatur terkait desain industri yang ada. Dalam proyek konstruksi, jenis
tanah, spesifikasi material, jumlah beban, kekuatan gempa dan kekuatan angin
menjadi faktor tersendiri yang menyebabkan setiap proyek konstruksi itu unik.
Walaupun dalam segi tampilan depan sebuah bangunan sama dengan bangunan yang
pernah ada sebelumnya, namun dapat dipastikan spesifikasi kolom, balok,
material, beton dan jenis pondasinya akan berbeda. Kegiatan seperti inilah yang
menyebabkan proyek konstruksi itu jarang mengalami permasalahan terkait hak
cipta.
Selain itu pihak perencana (konsultan dan pemilik
proyek) jarang yang ingin mengajukan permohonan terkait hasil karyanya karena
faktor – faktor yang disebutkan di atas. Reduksi biaya dilakukan secara bijak
untuk tidak memperbesar rancangan anggaran biaya yang akan dikeluarkan.
Perhatian khusus terkait hak kekayaan intelektual yang sering dilakukan oleh
para inovator atau perencana biasanya lebih mengacu kepada paten atau produk
inovasi yang cenderung tidak mengalami faktor pengganggu dalam hal
pelaksanaannya seperti paten Sosrobahu dan paten cakar ayam. Sedangkan untuk
permohonan hak cipta terkait gambar kerja itu sangat jarang dilakukan oleh
seorang perencana.
Analisa
Peraturan undang – undang jasa
konstruksi memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan undang – undang yang
membahas tentang Hak Cipta. Dalam penerapannya pelanggaran atau sengketa yang
menyangkut hak cipta jarang terjadi karena adanya keunikan sifat dari setiap
proyek sehingga duplikat spesifikasi dan struktur dari sebuah proyek secara
langsung dapat dihindari. Menurut beberapa referensi dan kebijakan mengatakan
bahwa khusus untuk proyek konstruksi duplikat rancangan diperbolehkan selama
duplikat terkait struktur dan spesifikasi (baik teknis dan material) tidak
dilakukan. Selain jenis proyek konstruksi yang unik antara satu dengan yang
lainnya, adanya ego setiap individu untuk menciptakan produk atau bangunan yang
lebih kokoh, hemat dan efisien menjadikan rancangan suatu proyek bukan sebuah
ketetapan atau standar kualitas mutu yang harus diikuti.
Gangguan berupa faktor luar yang
memengaruhi setiap proyek konstruksi merupakan salah satu penyebab jarang
terjadinya sengketa di dalam dunia konstruksi. Namun, beda halnya dengan paten
yang cenderung lebih mudah terkena kasus pelanggaran karena paten merupakan
produk dengan mutu dan spesifikasi tertentu. Paten memiliki kesamaan jika
diterapkan di berbagai tempat dan merupakan teknologi, bukan proses dari
produk. Untuk paten di dunia konstruksi biasanya yang terjadi adalah akulturasi
atau penggabungan dari paten dan inovasi dari pengembang atau perencana. Paten
di dalam dunia konstruksi memiliki banyak peluang untuk terus tumbuh dan
berkembang karena setiap proyek unik. Hampir sama dengan hak cipta, hanya saja
paten tidak memiliki kelonggaran seperti hak cipta dalam proses aplikasi
ilmunya.
Kesimpulan
Penerapan peraturan hak cipta yang
berhubungan dengan dunia konstruksi sudah dilaksanakan di Indonesia maupun
dunia internasional. Hanya saja peraturan yang menjelaskan rincian parameter
hak cipta di dunia konstruksi khususnya di Indonesia belum ada. Di dalam
peraturan perundang-undangan terkait Jasa Konstruksi dan Hak Cipta yang ada,
seseorang tidak akan dikatakan melanggar hak cipta jika ia telah melakukan
perubahan spesifikasi pada suatu proyek. Sedangkan AIA juga menyatakan bahwa
hak cipta seseorang di bidang konstruksi tidak akan terlanggar sejauh si
perencana tidak menduplikat rancangan struktur dan spesifikasi yang ada.
Pelanggaran hak cipta jarang terjadi
di bidang konstruksi karena proyek konstruksi bersifat unik dan tidak mungkin
sama walaupun memiliki layout bangunan yang sama. Beberapa faktor luar seperti
keadaan tanah, angin, faktor gempa, beban yang ditampung dan jenis material
menyebabkan hak cipta dalam dunia konstruksi jarang dilanggar. Keinginan
manusia untuk memiliki bangunan yang lebih baik juga memengaruhi hal ini
sehingga sangat jarang ditemukan kesamaan spesifikasi dan struktur untuk
bangunan yang sama.