Ringkasan dari jurnal :
Judul :
The Correlation between Safety Practices in Construction and Occupational
Health
Pengarang : Maged Malek, Adel
El-Safty, Amal El-Safety dan James Sorce
Sumber : Management Science and Engineering
Vol. 4, No. 3, 2010, pp. 01-09 ISSN 1913-0341 [Print], ISSN 1913-035X [Online]
Beberapa kegiatan keselamatan
yang ada di beberapa industri konstruksi lebih termasuk ke dalam program
keselamatan kerja, bukan kesehatan. Walaupun ada beberapa diantaranya yang
masuk ke dalam program perlindungan kesehatan kerja, hanya saja saat ini di
Indonesia belum banyak diterapkan. Kebanyakan dari proyek konstruksi di
Indonesia tidak terlalu peduli dengan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
adanya pemaparan zat-zat berbahaya dalam proses konstruksi. Debu yang berasal
dari konstruksi atau pembongkaran bangunan dapat meningkatkan risiko terkena
kanker paru-paru bahkan asbestos [1]. Salah satu hal yang memengaruhi kesehatan
kerja adalah aspek ergonomis [2]. Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa
perusahaan yang menjalankan program kesehatan kerja. Namun belum semua orang
yang mengetahui manfaat dari penerapan beberapa program ini. Salah satu
contohnya adalah dengan adanya penggunaan masker kepada pekerja konstruksi baru
akan dijalankan ketika di lokasi proyek terlihat debu-debu yang beterbangan
akibat kegiatan konstruksi. Jika tidak terlihat debu yang beterbangan,
kebanyakan pekerja justru enggan menggunakan masker. Hal ini juga disebabkan
karena minimnya pemahaman beberapa pekerja (khususnya buruh konstruksi) tehadap
program kesehatan
kerja.
Beberapa
contoh pekerjaan konstruksi yang berdampak buruk pada kesehatan kerja adalah
saat proses pengadukan semen menjadi beton (konstruksi kecil) karena adukan
beton basah dapat menyebabkan luka jika tidak segera dibersihkan [3]. Untuk meningkatkan
keberhasilan program kesehatan kerja dalam konstruksi dibutuhkan juga sebuah
metode pelaksanaan kegiatan yang tesusun baik agar setiap pekerja dapat
terlindungi.
Metode
keselamatan kerja yang juga memikirkan kesehatan kerja sudah ada sejak tahun
1970-an [4]. Hanya saja aspek penerapan program ini masih
terbatas ke dalam panduan keselamatan kerja sehingga tidak terjadinya insiden
atau kecelakaan. Biaya kesehatan yang harus dikeluarkan akibat asbes saja saat
ini mencapai 200 million dolar AS. Hal ini disebabkan karena minimnya manajemen
terkait keselamatan dan kesehatan kerja dalam industri konstruksi. Keselamatan
dan kesehatan kerja saat ini dipandang sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
sama, yakni sama-sama melindungi pekerja. Hanya saja dalam aspek penerapannya
kedua gagasan ini harus dikembangkan dan dibagi ke dalam dua tahapan yang
berbeda. Beberapa program kesehatan dan keselamatan kerja lebih didominasi
dengan beberapa aspek terkait keselamatan kerja. Mayoritas program
kesehatan dan kecelakaan kerja lebih mengacu kepada tujuan agar setiap orang
yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat meminimalisir kecelakaan dan cedera
pada kerja. Selain penyatuan kedua program tersebut, faktor risiko juga harus
diperhatikan dalam aspek pengamanan pekerja khususnya di bidang kesehatan.
Salah satu cara untuk mengetahui seberapa jauh seseorang tidak lagi aman dalam
aspek kesehatan dapat diketahui dengan adanya tes medis seperti tes urin, tes
darah dan lain sebagainya. Selain penanganan risiko kesehatan dengan adanya tes
medis secara berkala diharapkan juga pencatatan kesehatan pekerja dapat
ditingkatkan dengan baik agar di waktu yang akan datang dokumentasi aspek
kesehatan sangat dibutuhkan. Salah satu perusahaan yang
telah berhasil menerapkan kolaborasi antara program kesehatan kerja dan program
keselamatan kerja adalah perusahaan Gate Concrete yang sejak tahun 2002 mulai
menyeimbangkan program kesehatan kerja dengan keselamatan. Dalam hal ini
perusahaan Gate mengurangi beberapa program keselamatan yang tidak terlalu
penting dan meningkatkan program kesehatan di kalangan pekerja. Alhasil sejak
tahun 2002 hingga 2006 terjadi penurunan kategori kecelakaan, penyakit maupun
cedera yang terjadi pada pekerja. Namun, setelah dikaji lebih mendalam ternyata
kolaborasi program ini masih kurang dalam segi pemantauan, pengawasan dan
pencegahan. Maksud dari beberapa program di sini adalah :
1. Program Pengawasan, merupakan program dimana
pengawas dari suatu proyek terdiri dari beberapa ahli kesehatan yang selalu
mengawasi bagaimana dan apa penyakit yang diderita atau rentan terhadap
buruh/pekerja lainnya. Program pengawasan ini dilaksanakan dengan cara
menganalisis hasil tes dari pekerja dan menempatkan pekerja di tempat yang
seharusnya.
2. Program Pemantauan, merupakan program dimana setiap
grafik kesehatan pekerja dipantau dan dijadikan acuan kesehatan bagi perusahaan
tersebut. Program pemantauan juga termasuk didalamnya kegiatan pencatatan
setiap jenis keluhan pekerja berkala.
3. Program Pencegahan, didalamnya terdapat beberapa kegiatan
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau penyakit, baik yang
berdampak jangka panjang maupun pendek.
Jika suatu waktu seorang
pekerja telah terkena dampak dari bahaya kimia, maka ia harus dipantau dengan
menjalani pengawasan medis. Namun, selain pengawasan medis biasanya juga ada
pengecekan kesehatan berkala bagi semua pekerja sebagai salah satu aplikasi
dari program pencegahan penyakit. Program kesehatan kerja dapat berjalan dengan
baik jika terdapat tingkat pendidikan dan pemahaman kerja yang mumpuni antara
pekerja dan pengusaha. Selain pengecekan kesehatan pekerja secara berkala,
dalam program kesehatan kerja juga terdapat program pengawasan rutin dimana
objek yang diawasi berupa kondisi kerja. Sehingga, perlu adanya tambahan program
kesehatan kerja dengan tidak mengurangi fungsi dari program keselamatan kerja
yang sudah ada hingga saat ini. Di dalam makalah di atas diketahui bahwa OSHA
merupakan salah satu pedoman kesehatan dan keselamatan kerja yang relevan
hingga saat ini.
Analisa
Saat ini proses perlindungan
kesehatan dan keselamatan di Indonesia hanya terbatas kepada proses pengamanan
seperti adanya prosedur operasi, penggunaan helm, penggunaan jas kerja,
penggunaan kacamata kerja dan penggunaan sepatu kerja. OSHA yang merupakan
pedoman program kesehatan dan keselamatan kerja di AS merupakan salah satu
contoh pedoman program yang cukup relevan dikembangkan di beberapa negara,
khususnya Indonesia. Namun, dalam segi sumber daya manusia, Indonesia masih
memiliki keterbatasan khususnya di bidang kesehatan kerja. Sebagian besar buruh
konstruksi di Indonesia hanya berupa buruh harian yang digaji per hari dan
mengerjakan konstruksi yang relatif kecil. Pemahaman kesehatan kerja bagi
setiap buruh di Indonesia masih terpaut jauh dengan pemahaman kesehatan buruh
seperti di AS. Seandainya jika suatu saat program OSHA yang telah direvisi
dengan program kesehatan dan keselamatan kerja terbaru dilaksanakan di
Indonesia dikhawatirkan program tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh
karena itu untuk memaksimalkan aplikasi program kesehatan dan keselamatan OSHA
di Indonesia perlu adanya perbaikan pemahaman pekerja konstruksi (baik pihak
owner, konsultan dan kontraktor) terkait kesehatan dan keselamatan kerja.
Adanya program pencerdasan sebelum program kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan salah satu kunci agar program ini dapat berjalan dengan baik. Pihak
owner perlu mengetahui bahwa program kesehatan dan keselamatan kerja ini
ditinjau dari aspek ekonomi dan tanggung jawab sosial terhadap pekerja. Pihak
konsultan perlu mengetahui aspek kesehatan dan keselamatan kerja karena dalam
pelaksanaan di lapangan, pihak inilah yang biasanya memantau pelaksanaan
kegiatan konstruksi. Sehingga bila suatu saat ada suatu pekerjaan yang
mengancam kesehatan pekerja jangka panjang, pihak konsultan dapat mentolerir
pekerjaan tersebut dan menemukan solusi bersama pihak owner dan kontraktor.
Sedangkan kontraktor sendiri perlu mengetahui program kesehatan dan keselamatan
kerja karena pihak inilah yang paling banyak terpapar oleh zat-zat yang
berbahaya dalam konstruksi maupun kecenderungan penyakit jangka panjang akibat
debu dan asbes yang sering digunakan dalam industri konstruksi.
Di Indonesia masih banyak terdapat
jenis pekerjaan konstruksi yang sama sekali tidak menggunakan program
pengamanan baik itu keselamatan maupun kesehatan kerja. Walaupun biaya dengan
adanya program ini lumayan besar, namun manfaat yang ditimbulkan dengan adanya
program ini memiliki sifat jangka panjang yang sangat menguntungkan pihak
kontraktor maupun pekerja. Kolaborasi program keselamatan yang sudah ada dengan
program kesehatan yang baru-baru ini dikemukakan merupakan salah satu cara
meminimalisir angka kematian pekerja konstruksi akibat adanya kecelakaan,
cedera maupun penyakit yang ditimbulkan pekerjaan konstruksi. Di dalam program
kesehatan kerja ini terdapat kegiatan pemantauan, pengawasan dan pencegahan
penyakit maupun dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan konstruksi. OSHA
yang merupakan metode yang baik dalam meningkatkan efektifitas kerja dengan
aspek kesehatan dan keselamatan ternyata masih harus diperbaharui dengan
menambahkan sejumlah regulasi terkait zat kimia berbahaya yang mungkin terpapar
oleh stake holder di lapangan.
REFERENSI
[1] Anonim. Sepuluh Pekerjaan Paling Berbahaya bagi
Kesehatan Paru-Paru. 2011
[2] Hendra. Intro to OHS (K3). 2000
[3]
Anonim. Aspek Keselamatan dan Kesehatan
Kerja terhadap Beton/Concete pada Kegiatan Konstruksi. 2011
[4] Malek, Maged, et al. The Correlation between Safety Practices in
Construction and Occupational Health, Management Science and Engineering
Vol. 4, No. 3, 2010, pp. 01-09 ISSN 1913-0341 [Print], ISSN 1913-035X [Online].
2010
No comments:
Post a Comment