Yelna's Hope

This website is a valuable resource that presents a wealth of professional experience and the unique point of view of Yelna Yuristiary. Yelna generously shares her insights, knowledge, and expertise, with the hope that readers can use the information to enhance their own understanding, make informed decisions, and achieve their goals.

Sunday, September 09, 2012

KITA DAN MEREKA


Perbincangan malam ini dengan salah seorang teman baikku yang sekarang tengah melanjutkan studi di Jerman ternyata banyak memberikan pengajaran bagiku dan mungkin saja bagi bangsa ini. Ya, Jerman yang terkenal dengan riset-riset mutakhirnya dan segala jenis penemuan yang mampu mengguncangkan dunia telah membuat Negara ini jauh lebih bersinar di mata dunia. Tapi, sebenarnya ada satu hal yang harus kita ketahui sebagai bangsa Indonesia dalam menyikapi hal ini. Hmm… Apalagi kalau bukan system dan kebiasaan masyarakatnya.
            Tahukah engkau wahai para pembaca catatan ini, ternyata Negara Jerman itu memiliki satu peraturan bagi masyarakatnya yang ingin mendirikan suatu perusahaan atau pabrik untuk menyediakan sekian persen dananya untuk penelitian yang terkait dengan usaha mereka dan satu penelitian khusus yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan jenis usaha yang sedang mereka dirikan. Hal inilah yang membuat Jerman semakin hebat dalam mengembangkan teknologi-teknologinya. Hal mengejutkan yang patut kita ketahui bahwa saat ini di Jerman tengah di produksi tangan buatan (lupa namanya), yang mana tangan ini berfungsi hampir sama dengan tangan manusia pada umumnya. Hanya saja tangan buatan ini berisikan berbagai chip dan program sehingga kita dapat mengendalikan tangan buatan ini hanya dengan berpikir. Ya, hampir sama dengan tangan ciptaan Tuhan bukan? Hanya saja, mungkin masih ada hal-hal yang belum mampu dilakukannya karena pada asasnya tangan ciptaan Tuhan adalah tangan terbaik yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Selain itu Jerman juga telah mengembangkan prajurit perang buatan, yang mana jasad-jasad prajurit yang telah meninggal dikosongkan isinya (seperti darah dan lain-lain), kemudian jasad ini diisi dengan mesin-mesin dan diprogram seperti manusia sungguhan yang dapat berperang. Saat ini Jerman tengah mengembangkan penemuan itu. Oya, dalam penemuan itu juga setiap jantung, paru-paru dan otak manusia sebelumnya tidak dihilangkan dari jasadnya. Akan tetapi ketiga hal tersebut menjadi komponen penting dalam pencapaian hasil pembuatan robot ini.
            Mungkin bukan hal yang mengejutkan lagi bagi Jerman untuk menciptakan computer, handphone atau gadget lainnya yang mana pengoperasian alat-alat ini tidak berdasarkan  sentuhan fisik lagi. Saat ini computer, handphone dan berbagai gadget masa depan juga telah banyak digunakan masyarakat di belahan bumi Eropa dalam menjalankan segala aktifitasnya. Biasanya sensor pendeteksi perintah yang diberikan si pengguna adalah berupa gesture tubuh atau suara. Malahan di Jerman saat ini sudah banyak helihopter mainan dengan 4 baling-baling yang mampu dioperasikan hanya dengan mengangkat tangan dan melambaikannya ke kanan ataupun ke kiri. Sungguh kemajuan teknologi yang sangat memukau tentunya.
            Namun begitulah sekelumit cerita tentang Jerman terkait dengan teknologinya. Menurut cerita temanku, Jerman sangat menjunjung tinggi penemuan dan segala jenis riset yang dilakukan. Pemerintah Jerman sendiri ternyata memangkas sebagian besar pajak masyarakatnya untuk membiayai riset yang dilakukan oleh sebagian orang. Untuk kita ketahui bahwa di Jerman ini sebenarnya riset ataupun penelitian tidak hanya dilakukan oleh kalangan akademisi saja. Akan tetapi setiap orang dihimbau untuk melakukan riset. Seperti perusahaan Siemens yang berada di Jerman saja, mereka diwajibkan memiliki laboratorium sendiri untuk riset yang terkait dengan teknologi dan satu lagi laboratorium bebas atau dana bebas yang nantinya digunakan untuk membiayai riset yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan bidang usaha yang tengah ditekuninya. Alhasil, Siemens saat ini telah menciptakan sebuah kapal selam tercanggih yang tidak mampu terdeteksi keberadaanya.
            Sekelumit kehidupan tentang Jerman juga rasanya sudah kualami seiring perbincanganku dengan temanku tadi. Di Jerman segala proses sangat dijunjung tinggi. Bukan hanya pencapaian akhir yang dijadikan target utama untuk menilai seseorang. Di Jerman setiap orang memiliki jati diri yang begitu nyata. Mereka tidak peduli dengan apa kata mereka. Mereka berbuat dan berusaha dengan apa yang mereka bisa. Menurut penuturan salah seorang siswa Indonesia yang kuliah di Jerman, pernah suatu ketika ia mendatangan dosen pembimbing untuk meminta nasihat. Beginilah kira-kira potongan percakapan mereka berdua :
Siswa             : Bu, saya kecewa karena tidak bisa seperti dia. Dia begitu pintar dan memiliki nilai yang sangat bagus. Saya kecewa dengan diri saya sendiri.
Guru               : Kenapa kamu ingin jadi seperti dia?
Siswa             : Dia pintar dan peringkatnya bagus di kelas.
Guru               : Lalu kamu ingin menjadi seperti dia?
Siswa             : Iya. Saya ingin pintar juga.
Guru               : Kalau begitu, kamu pulang saja ke Indonesia.
Siswa terdiam…
Guru               : Setiap orang memiliki kapasitas otak yang sama, hanya saja mereka berbeda dalam mengolah kemampuan berpikirnya. Namun kamu dapat memaksimalkan kemampuan yang kamu miliki. Tinggalkan yang menurutmu sulit dan tingkatkan terus yang kau bisa. Hanya saja, jika kau masih belum puas dengan apa yang kau dapat, jangan berkecil hati. Belum terlambat untuk berubah. Mulailah dari sekarang untuk menghargai dirimu dan kemampuan kecil yang sebenarnya dapat menjadi kemampuan luar biasa jika kau mampu memaksimalkannya.
            Dari percakapan di atas mungkin kita hanya menangkap  beberapa poin penting yang dapat terlihat secara kasat mata. Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa inti dari percakapan ini adalah percakapan terakhir dari sang guru kepada muridnya. Hanya saja, sebenarnya hal kecil yang perlu kita pahami ada pada kalimat ‘Kalau begitu, kamu pulang saja ke Indonesia’. Sebenarnya perkataan itu memiliki begitu banyak pelajaran bagi kita sebagai masyarakat Indonesia. Maksud si guru berkata demikian adalah karena sebagian besar mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh studi di Jerman sering mengeluhkan hal-hal seperti itu. Mereka kurang puas dengan nilai mereka. Ya… NILAI. Nilai merupakan hal yang sangat fatal di Indonesia, tapi tidak untuk di Jerman. Di Indonesia segala jenis wahana pendidikan menawarkan segala sesuatunya diukur dengan nilai. Sedangkan di Jerman segala-galanya diukur dengan proses dan grafik perkembangan siswa/i-nya. Hal ini juga yang membuat pencapaian Indonesia akan sumber daya manusia-nya masih tergolong belum berkembang jika dibandingkan dengan Jerman. Begitu juga jika kita dihadapkan dengan kedisiplinan orang Jerman yang tepat waktu, sebenarnya ada dua aspek penting yang harus diperhatikan mengenai hal tersebut, yakni system dan kebiasaan. Sistem yang ada di Indonesia belum memadai untuk membuat seseorang senantiasa dating tepat waktu di suatu pertemuan. Masih banyak factor-faktor yang mengganggu seperti kondisi angkutan, macet, kecelakaan, dsb. Berbeda dengan Jerman yang segalanya sudah ditata sedemikian rupa sehingga tak ada kesalahan dikarenakan system. Selain itu kebiasaan juga merupakan suatu turunan yang sulit dihilangkan namun belum terlambat untuk meninggalkan kebiasaan yang buruk tersebut.
            Jerman sejak dahulu sudah terbiasa teliti, maka hal inilah yang membuat teknologinya canggih sedemikian rupa. Jadi, menurut cerita temanku yang kini tengah menapaki jalur kehidupannya di Jerman, pengontrolan orang Jerman terhadap suatu pekerjaan itu sangat teliti. Saat ia bekerja di salah satu proyek pembangunan saja, perbedaan beberapa gram pasir, semen atau air yang digunakannya diperiksa ketelitiannya sedemikian rupa, sehingga masyarakat kita mungkin mengganggap hal tersebut sebagai hal yang dinamakan ‘lebay’. Akan tetapi, hal inilah yang membuat bangunan di Jerman lebih kuat dan kokoh. Ketelitian dalam perhitungan, rancangan, dan pelaksanaan di lapangan yang sangat tinggi sehingga mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan oleh sang owner dari proyek tersebut. Selain itu, masyarakat Jerman sedari kecil sudah diajarkan untuk total dalam melaksanakan sebuah pekerjaan. Ya, etos kerja sangat dijunjung tinggi disini sehingga setiap tindakan yang dilakukan masyarakatnya berlandaskan totalitas yang ia miliki. Kebiasaan membayar pajak juga merupakan hal yang sangat menarik bagiku saat mendengarkan bahwa setiap masyarakat Jerman itu dijamin hidupnya oleh pemerintah. Jadi, di Jerman setiap orang sangat menyadari betul kewajibannya untuk membayar pajak sehingga masyarakatnya yang pengangguran sekalipun masih mendapat tunjangan dari pemerintah.
            Kemudian, hal menarik terakhir yang saya tangkap dari Jerman ini adalah mengenai koran lokalnya yang isinya sebagian besar mengenai isu-isu hangat tentang riset atau penemuan baru. Hal ini tentu sangat berbeda dengan koran lokal Indonesia yang sebagian besar isinya pasti mengenai isu-isu politik dan berbagai kasus-kasus miring yang dilakukan pejabat terkait. Sungguh hal yang sangat ironis bukan?
            Nah, berkaca dari Jerman sesungguhnya kita masih belum  terlambat untuk berubah dan memaksimalkan potensi yang kita maupun Negara kita miliki. Tak perlu menjadi Negara industri jika kita mampu lebih maksimal dengan pertanian dan perikanan. Tak perlu menjadi Negara yang terkenal dengan nuklirnya jika ternyata energi panas bumi di Indonesia cukup besar untuk melaksanakan segala hal yang kita butuhkan. Satu hal yang pasti, mulai sekarang marilah kita merubah kebiasaan buruk yang kita miliki agar nantinya jika sistem Negara kita sudah berubah ke arah yang lebih baik, kita akan sejalan melaksanakan segalanya dengan maksimal.

Yelna Yuristiary
Depok, 28 Juni 2011
03:34 a.m
Thanks to Ahmad Wahid Nurhani

Tuesday, September 04, 2012

SALORANGENG

Kutemu rancu di bibir beku
Tak kutepis sedikitpun ragu
Salorangeng nama lucu yang di batu
Kuat-kuat lemah dan sedikit miliki petaruh
Salorangeng luruh dalam waktu
Meskipun sempat hadirkan angin di celah bambu

Salorangengku tersemat dan terpatri
Membekas layak hiasan dalam cawan petri
Bersahaja bernuansa dan punya arti
Salorangeng itu kipas-kipas puteri

Dalam ketakjuban manusia atas kau
Aku umpankan kesetiaan untuk rawat kau
Duhai Salorangeng tua yang semakin galau dan kacau
Bukan besarnya jasa, tetapi keikhlasan hendaknya yang kurayu
Agar mau rawat kau Salorangeng
Agar lindungi kau Salorangeng
Agar temani kau ketika aku tak pulang
Walau aku tak banyak uang
Semangatku t'lah hilang
Aku akan tetap jaga kau seperti lullaby nina bobo' yang lindungi akan gelapnya dirimu


Depok, 3 September 2012
@Wisma Enelis

Entri Populer