Yelna's Hope

This website is a valuable resource that presents a wealth of professional experience and the unique point of view of Yelna Yuristiary. Yelna generously shares her insights, knowledge, and expertise, with the hope that readers can use the information to enhance their own understanding, make informed decisions, and achieve their goals.

Thursday, December 27, 2012

MAGANG 1

Hari ini adalah hari kedua bekerja di Perusahaan Konsultan Almatra di Batam. Sudah dua hari sudah memiliki teman baru di tempat magang. Berawal dari tanggal 26 Desember kemarin saya datang ke kantor. Ternyata bekerja di perusahaan konsultan adalah sebuah keajaiban yang saya alami karena saya sempat tercengang-cengang dimana saya adalah wanita tercantik di sana, selain Mbak Retno yang ada di bagian administrasi. Wekwekwek...
Pertama datang saya disambut oleh Pak Supri sebagai pemilik dari perusahaan itu. Beliau adalah salah seorang alumni Universitas Diponegoro. Perusahaan ini sudah ada sejak tahun 2005 dimana Bapak Supri ini memiliki orang kepercayaannya yaitu Bapak Tarto. Nah, pertama datang saya ditempatkan di lantai 2 yaitu tempat basecamp nya anak civil yang merencanakan suatu proyek. Perlu diketahui bahwa di perusahaan ini ada beberapa divisi yaitu civil, arsitek dan administrasi.
Teman saya yang pertama kali di kantor ini yaitu Bang Riko dan abang2 yang sampai sekarang saya masih belum dapat namanya. Ada juga Pak Khairul, Pak Heru, Pak Pejo dan lain-lain. Pokoknya banyak sekali teman-teman yang membantu saya memahami semua pekerjaan yang ada di kantor ini. Nah, sudah dulu ya,, saya mau makan malam sebentar duluuu.. :)

Sunday, December 16, 2012

INSPIRASI AKHIR TAHUN


Pagi ini saya harus menghadiri acara Leadership Training suatu program beasiswa yang tengah saya ikuti. Kegiatan ini saya pikir akan menjemukan seperti seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan sebelumnya. Saya berpikir hanya ada pembicara, pendengar dan suara-suara yang membuat kita mengantuk tetapi harus duduk di kursi dengan ruangan Pusgiwa yang panas ini (tanpa AC tanpa kipas angin).
Well… Pembicara pertama yang datang adalah seorang Bapak-Bapak yang tidak terlalu saya kenali. Hanya saja dari caranya berbicara dan menceritakan pengalamannya sepertinya Bapak ini adalah seorang yang penting di kalangannya. Waktunya ia habiskan dengan sistem manajemen yang baik sehingga dalam kesempatan ini Bapak tersebut mengisi obrolan seputar Management Time yang baik. Hari ini saya datang terlambat dengan meninggalkan Handbook yang harus saya bawa untuk ditandatangani sebagai bukti saya menghadiri acara ini. Memang manajemen waktu saya tidak baik. Di umur yang sudah kepala dua ini saya masih saja terlambat kesana kemari dan harus kehilangan banyak kesempatan yang lewat di depan saya.
Bapak ini mengajarkan kepada kami tentang bagaimana me-manage waktu dengan baik. Bagaimana menjadi pemimpin yang baik dengan menciptakan rasa win-win terhadap bawahan dan bagaimana menolak seseorang dengan cara yang halus (penolakan umum, red). Di dalam kelas ini saya diajarkan banyak hal dan banyak ilmu untuk menjadi seorang pemimpin yang baik dan bijak. Satu hal yang teramat sangat membekas dari Bapak ini adalah, jangan pernah menganggap waktu akan berbalik dan jadilah bermanfaat untuk setiap orang. Bapak ini juga mengingatkan kepada saya untuk tetap menulis. Terima kasih Pak J (maaf saya tidak bisa mengingat nama Bapak).
Sesi yang kedua dan ketiga diisi oleh mas-mas yang berasal dari salah satu divisi marketing di suatu perusahaan. Untuk nama pembicara yang ini saya juga telah lupa namanya. Tetapi, saya mengingat dengan jelas apa yang disampaikan pembicara kedua ini. Beliau memberi pengajaran tentang bagaimana cara marketing dengan baik dan segala macamnya. Sepertinya mas-mas ini sangat berambisi untuk menjadikan adik-adik alumni beasiswa ini sebagai seorang entrepreneur. Kemudian, untuk pembicara yang ketiga, inilah pembicara favorit saya pada kesempatan ini. Ialah Mas Sutarto (tetapi mungkin kalau beliau menjadi dosen Fisdas saya aka nada panggilan Pak untuk beliau). Mas Sutarto memberikan banyak inspirasi dari pengalaman hidupnya. Semuanya disampaikan dengan cara yang humoris, sedikit sedih, sedikit senang dan terkadang cenderung konyol. Tetapi itulah dia, bukan jenius namanya kalau tidak konyol (ini pepatah dari saya). Saking jeniusnya Mas Sutarto ini sukses membius kami dan memberikan semangkuk kepercayaan diri dan penghargaan yang lebih untuk masing-masing kami. Yang saya ingat juga dari Mas Sutarto ini adalah nama band yang ia buat sendiri ‘Eyang Kakunk’. Semoga suatu saat nanti band-nya terkenal. Aamiin… :)
Ya… Sepertinya sampai disini dulu cerita saya di Minggu magrib ini. Besok pagi saya ada ujian Mekanika Tanah 2 dan Manajemen Konstruksi. Doakan saya agar dapat mencapai 100 impian saya yang sudah saya buat dan temple di dinding kamar. Oya, jangan lupa nantikan juga publishing house yang sedang saya bangun saat ini. Semoga di semester depan sudah beroperasi. :)
Terima kasih Goodwill…

@kamar kos Wisma Enelis
18:59 WIB

Friday, October 05, 2012

TUBES MANKON

@ NETIC FTUI

Sepertinya ruangan ini adalah ruangan paling pewe buat ngerjain tugas. Nah, malam ini kami (sebenarnya cuma berdua, ditambah 1 orang tambahan yaitu Albert). Aku dan Ridwan lagi diskusi buat tugas besar mankon di NETIC. Keramaian ini terjadi karena 3 dari teman kami berhalangan hadir karena 2 diantaranya sakit dan 1 lagi harus menunggu ayahanda tercinta di rumah.

Ternyata untuk menyusun suatu Rancangan Anggaran Biaya itu sangat teramat sulit sehingga 2 jam kami disini hanya menghasilkan satu file terkait pembagian tugas. Nah, sekarang saya, Ridwan dan ditemani Albert mau ngelanjutin Mankon dulu. Oya, tidak lupa malam ini Terima Kasih sangat sangat buat MR. Albert yang sudah banyak membantu menkonfigurasi proxy laptop. Hahaha....
Ternyata Mr. Albert orangnya canggih cuy...

Salut... salut...
:P

Monday, October 01, 2012

ALAY DI MALAM HARI

@Net IC FTUI

Malam ini lagi ngerjain tubes (tugas besar) AMDAL dengan Titis, Dayat, Sanda dan Kak Reva. Kerja kelompok yang penuh kegiatan alay sebenarnya. Hahaha,, :p
Semakin malam semakin stress karena udah ngantuk kali ya.

Sunday, September 09, 2012

KITA DAN MEREKA


Perbincangan malam ini dengan salah seorang teman baikku yang sekarang tengah melanjutkan studi di Jerman ternyata banyak memberikan pengajaran bagiku dan mungkin saja bagi bangsa ini. Ya, Jerman yang terkenal dengan riset-riset mutakhirnya dan segala jenis penemuan yang mampu mengguncangkan dunia telah membuat Negara ini jauh lebih bersinar di mata dunia. Tapi, sebenarnya ada satu hal yang harus kita ketahui sebagai bangsa Indonesia dalam menyikapi hal ini. Hmm… Apalagi kalau bukan system dan kebiasaan masyarakatnya.
            Tahukah engkau wahai para pembaca catatan ini, ternyata Negara Jerman itu memiliki satu peraturan bagi masyarakatnya yang ingin mendirikan suatu perusahaan atau pabrik untuk menyediakan sekian persen dananya untuk penelitian yang terkait dengan usaha mereka dan satu penelitian khusus yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan jenis usaha yang sedang mereka dirikan. Hal inilah yang membuat Jerman semakin hebat dalam mengembangkan teknologi-teknologinya. Hal mengejutkan yang patut kita ketahui bahwa saat ini di Jerman tengah di produksi tangan buatan (lupa namanya), yang mana tangan ini berfungsi hampir sama dengan tangan manusia pada umumnya. Hanya saja tangan buatan ini berisikan berbagai chip dan program sehingga kita dapat mengendalikan tangan buatan ini hanya dengan berpikir. Ya, hampir sama dengan tangan ciptaan Tuhan bukan? Hanya saja, mungkin masih ada hal-hal yang belum mampu dilakukannya karena pada asasnya tangan ciptaan Tuhan adalah tangan terbaik yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Selain itu Jerman juga telah mengembangkan prajurit perang buatan, yang mana jasad-jasad prajurit yang telah meninggal dikosongkan isinya (seperti darah dan lain-lain), kemudian jasad ini diisi dengan mesin-mesin dan diprogram seperti manusia sungguhan yang dapat berperang. Saat ini Jerman tengah mengembangkan penemuan itu. Oya, dalam penemuan itu juga setiap jantung, paru-paru dan otak manusia sebelumnya tidak dihilangkan dari jasadnya. Akan tetapi ketiga hal tersebut menjadi komponen penting dalam pencapaian hasil pembuatan robot ini.
            Mungkin bukan hal yang mengejutkan lagi bagi Jerman untuk menciptakan computer, handphone atau gadget lainnya yang mana pengoperasian alat-alat ini tidak berdasarkan  sentuhan fisik lagi. Saat ini computer, handphone dan berbagai gadget masa depan juga telah banyak digunakan masyarakat di belahan bumi Eropa dalam menjalankan segala aktifitasnya. Biasanya sensor pendeteksi perintah yang diberikan si pengguna adalah berupa gesture tubuh atau suara. Malahan di Jerman saat ini sudah banyak helihopter mainan dengan 4 baling-baling yang mampu dioperasikan hanya dengan mengangkat tangan dan melambaikannya ke kanan ataupun ke kiri. Sungguh kemajuan teknologi yang sangat memukau tentunya.
            Namun begitulah sekelumit cerita tentang Jerman terkait dengan teknologinya. Menurut cerita temanku, Jerman sangat menjunjung tinggi penemuan dan segala jenis riset yang dilakukan. Pemerintah Jerman sendiri ternyata memangkas sebagian besar pajak masyarakatnya untuk membiayai riset yang dilakukan oleh sebagian orang. Untuk kita ketahui bahwa di Jerman ini sebenarnya riset ataupun penelitian tidak hanya dilakukan oleh kalangan akademisi saja. Akan tetapi setiap orang dihimbau untuk melakukan riset. Seperti perusahaan Siemens yang berada di Jerman saja, mereka diwajibkan memiliki laboratorium sendiri untuk riset yang terkait dengan teknologi dan satu lagi laboratorium bebas atau dana bebas yang nantinya digunakan untuk membiayai riset yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan bidang usaha yang tengah ditekuninya. Alhasil, Siemens saat ini telah menciptakan sebuah kapal selam tercanggih yang tidak mampu terdeteksi keberadaanya.
            Sekelumit kehidupan tentang Jerman juga rasanya sudah kualami seiring perbincanganku dengan temanku tadi. Di Jerman segala proses sangat dijunjung tinggi. Bukan hanya pencapaian akhir yang dijadikan target utama untuk menilai seseorang. Di Jerman setiap orang memiliki jati diri yang begitu nyata. Mereka tidak peduli dengan apa kata mereka. Mereka berbuat dan berusaha dengan apa yang mereka bisa. Menurut penuturan salah seorang siswa Indonesia yang kuliah di Jerman, pernah suatu ketika ia mendatangan dosen pembimbing untuk meminta nasihat. Beginilah kira-kira potongan percakapan mereka berdua :
Siswa             : Bu, saya kecewa karena tidak bisa seperti dia. Dia begitu pintar dan memiliki nilai yang sangat bagus. Saya kecewa dengan diri saya sendiri.
Guru               : Kenapa kamu ingin jadi seperti dia?
Siswa             : Dia pintar dan peringkatnya bagus di kelas.
Guru               : Lalu kamu ingin menjadi seperti dia?
Siswa             : Iya. Saya ingin pintar juga.
Guru               : Kalau begitu, kamu pulang saja ke Indonesia.
Siswa terdiam…
Guru               : Setiap orang memiliki kapasitas otak yang sama, hanya saja mereka berbeda dalam mengolah kemampuan berpikirnya. Namun kamu dapat memaksimalkan kemampuan yang kamu miliki. Tinggalkan yang menurutmu sulit dan tingkatkan terus yang kau bisa. Hanya saja, jika kau masih belum puas dengan apa yang kau dapat, jangan berkecil hati. Belum terlambat untuk berubah. Mulailah dari sekarang untuk menghargai dirimu dan kemampuan kecil yang sebenarnya dapat menjadi kemampuan luar biasa jika kau mampu memaksimalkannya.
            Dari percakapan di atas mungkin kita hanya menangkap  beberapa poin penting yang dapat terlihat secara kasat mata. Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa inti dari percakapan ini adalah percakapan terakhir dari sang guru kepada muridnya. Hanya saja, sebenarnya hal kecil yang perlu kita pahami ada pada kalimat ‘Kalau begitu, kamu pulang saja ke Indonesia’. Sebenarnya perkataan itu memiliki begitu banyak pelajaran bagi kita sebagai masyarakat Indonesia. Maksud si guru berkata demikian adalah karena sebagian besar mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh studi di Jerman sering mengeluhkan hal-hal seperti itu. Mereka kurang puas dengan nilai mereka. Ya… NILAI. Nilai merupakan hal yang sangat fatal di Indonesia, tapi tidak untuk di Jerman. Di Indonesia segala jenis wahana pendidikan menawarkan segala sesuatunya diukur dengan nilai. Sedangkan di Jerman segala-galanya diukur dengan proses dan grafik perkembangan siswa/i-nya. Hal ini juga yang membuat pencapaian Indonesia akan sumber daya manusia-nya masih tergolong belum berkembang jika dibandingkan dengan Jerman. Begitu juga jika kita dihadapkan dengan kedisiplinan orang Jerman yang tepat waktu, sebenarnya ada dua aspek penting yang harus diperhatikan mengenai hal tersebut, yakni system dan kebiasaan. Sistem yang ada di Indonesia belum memadai untuk membuat seseorang senantiasa dating tepat waktu di suatu pertemuan. Masih banyak factor-faktor yang mengganggu seperti kondisi angkutan, macet, kecelakaan, dsb. Berbeda dengan Jerman yang segalanya sudah ditata sedemikian rupa sehingga tak ada kesalahan dikarenakan system. Selain itu kebiasaan juga merupakan suatu turunan yang sulit dihilangkan namun belum terlambat untuk meninggalkan kebiasaan yang buruk tersebut.
            Jerman sejak dahulu sudah terbiasa teliti, maka hal inilah yang membuat teknologinya canggih sedemikian rupa. Jadi, menurut cerita temanku yang kini tengah menapaki jalur kehidupannya di Jerman, pengontrolan orang Jerman terhadap suatu pekerjaan itu sangat teliti. Saat ia bekerja di salah satu proyek pembangunan saja, perbedaan beberapa gram pasir, semen atau air yang digunakannya diperiksa ketelitiannya sedemikian rupa, sehingga masyarakat kita mungkin mengganggap hal tersebut sebagai hal yang dinamakan ‘lebay’. Akan tetapi, hal inilah yang membuat bangunan di Jerman lebih kuat dan kokoh. Ketelitian dalam perhitungan, rancangan, dan pelaksanaan di lapangan yang sangat tinggi sehingga mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan oleh sang owner dari proyek tersebut. Selain itu, masyarakat Jerman sedari kecil sudah diajarkan untuk total dalam melaksanakan sebuah pekerjaan. Ya, etos kerja sangat dijunjung tinggi disini sehingga setiap tindakan yang dilakukan masyarakatnya berlandaskan totalitas yang ia miliki. Kebiasaan membayar pajak juga merupakan hal yang sangat menarik bagiku saat mendengarkan bahwa setiap masyarakat Jerman itu dijamin hidupnya oleh pemerintah. Jadi, di Jerman setiap orang sangat menyadari betul kewajibannya untuk membayar pajak sehingga masyarakatnya yang pengangguran sekalipun masih mendapat tunjangan dari pemerintah.
            Kemudian, hal menarik terakhir yang saya tangkap dari Jerman ini adalah mengenai koran lokalnya yang isinya sebagian besar mengenai isu-isu hangat tentang riset atau penemuan baru. Hal ini tentu sangat berbeda dengan koran lokal Indonesia yang sebagian besar isinya pasti mengenai isu-isu politik dan berbagai kasus-kasus miring yang dilakukan pejabat terkait. Sungguh hal yang sangat ironis bukan?
            Nah, berkaca dari Jerman sesungguhnya kita masih belum  terlambat untuk berubah dan memaksimalkan potensi yang kita maupun Negara kita miliki. Tak perlu menjadi Negara industri jika kita mampu lebih maksimal dengan pertanian dan perikanan. Tak perlu menjadi Negara yang terkenal dengan nuklirnya jika ternyata energi panas bumi di Indonesia cukup besar untuk melaksanakan segala hal yang kita butuhkan. Satu hal yang pasti, mulai sekarang marilah kita merubah kebiasaan buruk yang kita miliki agar nantinya jika sistem Negara kita sudah berubah ke arah yang lebih baik, kita akan sejalan melaksanakan segalanya dengan maksimal.

Yelna Yuristiary
Depok, 28 Juni 2011
03:34 a.m
Thanks to Ahmad Wahid Nurhani

Tuesday, September 04, 2012

SALORANGENG

Kutemu rancu di bibir beku
Tak kutepis sedikitpun ragu
Salorangeng nama lucu yang di batu
Kuat-kuat lemah dan sedikit miliki petaruh
Salorangeng luruh dalam waktu
Meskipun sempat hadirkan angin di celah bambu

Salorangengku tersemat dan terpatri
Membekas layak hiasan dalam cawan petri
Bersahaja bernuansa dan punya arti
Salorangeng itu kipas-kipas puteri

Dalam ketakjuban manusia atas kau
Aku umpankan kesetiaan untuk rawat kau
Duhai Salorangeng tua yang semakin galau dan kacau
Bukan besarnya jasa, tetapi keikhlasan hendaknya yang kurayu
Agar mau rawat kau Salorangeng
Agar lindungi kau Salorangeng
Agar temani kau ketika aku tak pulang
Walau aku tak banyak uang
Semangatku t'lah hilang
Aku akan tetap jaga kau seperti lullaby nina bobo' yang lindungi akan gelapnya dirimu


Depok, 3 September 2012
@Wisma Enelis

Saturday, August 04, 2012

JIKA KAU BACA TULISAN INI

Jika kau baca tulisan ini mungkin rasa itu tak lagi sama
Jika kau baca tulisan ini mungkin cinta itu tak lagi ada
Jika kau baca tulisan ini mungkin kulitku telah keriput dan termakan usia
Jika kau baca tulisan ini mungkin tulangku rapuh digerogoti bakteri-bakteri di dalam tanah
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku tak lagi berdiri dan menunggumu seperti dulu
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku tak lagi sedang menulis sajak untukmu
Jika kau baca tulisan ini mungkin mataku telah terpejam dan tak mampu melihat dunia
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku telah menderita amnesia
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku telah lupa pada dunia
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku sudah pergi dalam rasa yang hampa
Jika kau baca tulisan ini mungkin tak lagi mampu aku berkata-kata
Jika kau baca tulisan ini pasti aku sudah marah

Kampar, 4 Agustus 2012 di kursi santai rumahku

PAPER PERTAMA

Sabtu, 4 Agustus 2012
@ruang santai rumahku

Duduk di sofa reyot sambil searching beberapa informasi Call for Paper, kali ini aku tengah bersemangat untuk kembali menulis. Paper pertama yang saat ini tengah kurancang adalah sebuah tulisan yang bernuansa budaya dan modern. Semoga saja paper ini nantinya dapat menjadi paper pertamaku yang tembus di jurnal.

Friday, August 03, 2012

PEMBENARAN SEBUAH TINTA SUCI

Kutimbang batas sepi di tengah perjalanan hati
Kubuka cakrawala merah sambil kulukiskan pelipur lara
Di tanah yang kini subur,
Anggrek-anggrek tak pernah mati dan terkubur
Alunan musik Zapin pun senantiasa bersenandung
Melantunkan sejuta harmoni-harmoni keceriaan
Alam yang kukenal tengah riang
Tak ada gelak menakutkan di dalam dirinya
Tak ada sesal, tak ada resah
Alunan Zapin kembali mengiring di tengah kata ceria
    Di sini, di kamar ini
    Lampion warna warni tengah semarak
    Menyuarakan jeritan-jeritan suka
    Penuh hura-hura
    Penuh sukacita
    Berdengung dentaman riangnya hingga malam jauh ke tengah
Mungkin kertas ini dapat jadi saksi
Pembenaran sebuah rahasia
Mungkin tinta ini jadi bukti
Akan adanya sebuah kedalaman hati

Monday, June 25, 2012

Memoar Indah di Jogja


Perjalanan paling hemat yang pernah kujalani selanjutnya adalah berkunjung ke Jogja dengan tiket KA Ekonomi dengan harga 37 ribu rupiah. Perjalanan ke Jogja kami dimulai tanggal 13 Juni 2012 jam 7 malam. Kami berangkat dari stasiun Tanah Abang ke Lempuyangan (Jogjakarta). Perjalanan dengan KA Ekonomi ini lumayan nyaman walaupun setiap detik selalu ada pedagang-pedagang yang lalu lalang menawarkan barang dagangannya. Tapi, ya namanya juga usaha nggak apa-apa sih. Yang penting dia senang kita tenang. Kami sampai di stasiun Lempuyangan pukul 05.30 pagi. Sesampainya di stasiun Lempuyangan kami mulai mencari tiket untuk pulang karena sebelumnya di stasiun Tanah Abang kami kehabisan tiket pulang (kehabisan tiket Ekonomi). Hehehe… Berhubung karena saat itu hari masih pagi dan loket penjualan tiket belum buka, kami menyempatkan diri dulu untuk sholat di musholla sekitar stasiun Lempuyangan. Sarapan pagi kami juga dilakukan di warung depan stasiun. Pukul 07.30, kami pun mulai mengantri membeli tiket hingga akhirnya kami hanya menemukan tiket AC Ekonomi Gajahwong untuk pulang di tanggal 17 Juni.
Lepas dari urusan tiket, kami mulai berjalan menuju shelter bus Trans-Jogja yang berada di dekat stasiun ini. Hal pertama yang sangat aku ingat tentang kota ini adalah kecepatan dari sepeda motor dan mobil di jalanan kota ini sepertinya lumayan kencang. Kami pun mulai perjalanan dari shelter Trans Jogja ini ke halte Prambanan karena destinasi kami selanjutnya adalah Candi Prambanan ini. Nah, satu hal lagi yang sepertinya lumayan aneh menurutku adalah kami sangat narsis ketika pertama kali sampai di Jogja. Hal ini terlihat dari banyaknya foto-foto kami di shelter bus Trans Jogja. Padahal kalau dipikir-pikir shelter bus ini biasa saja. Bedanya ia terletak di Jogja. Itu saja. Sesampainya di Candi Prambanan, kami memasuki wilayah Candi dan mulai memesan karcis masuk lengkap dengan wisata Ratu Yelna. Upps.. Maaf salah, Ratu Boko maksudnya. Hahahaa.. :D
Kami pun diajak oleh bapak guide-nya ke lokasi Ratu Boko dan mulai berfoto-foto di sana. Berbagai pose dikeluarkan dari berdiri, jongkok, duduk, berdiri setengah jongkok setengah hingga sampai berpura-pura jadi wall climbers juga ada. Bagi yang cowok-cowok juga mulai uji nyali di lokasi ini dengan turun ke tempat pembakaran jenazah di lokasi Ratu Boko ini. Beralih dari lokasi Ratu Boko, kami menuju Candi Prambanan yang letaknya lebih dari 3 km dan ditempuh dengan mobil paket wisata Candi ini. Di Prambanan inilah tenaga kami sudah terkuras habis hingga ada satu awak dari tim kami yang kerjanya hanya mencari tempat teduh untuk ‘bobok’ siang. Di Prambanan juga kami masih foto-foto dengan berbagai pose. Rasanya ke Candi ini hanya untuk mencari view terbaik dan menyelipkan muka di view yang baik itu. Pukul 03.30 sore kami mulai bertolak menuju pantai Parang Tritis, tepatnya Losmen Prasetyo yang ada di sana. Sebelumnya kami sudah memesan kamar di losmen ini dan herannya kami bahwa losmen di daerah ini sangat murah. Ya, Rp 40000/malam untuk 3 orang merupakan harga yang ditawarkan oleh pemilik losmen ini untuk kami. Perjalanan ke Parang Tritis dimulai dari terminal Giwangan yang letaknya sendiri kami tidak tahu karena tidak ada di dalam peta Jogja yang kami cetak.
Perjalanan ke Parang Tritis ternyata cukup lama dan membuat ngantuk. Di bus yang kami tumpangi juga sedikit aneh karena tidak ada kenek bus-nya dan si sopir selalu mengisi bus-nya walaupun kami sudah empot-empotan di dalam bus yang berukuran lumayan mini itu. Hal ini juga sangat berkesan bagi salah satu awak tim kami yang sempat kehilangan topi milik bapaknya di bus ini. Namun, sepanjang perjalanan sebenarnya kami juga menikmati indahnya Gunung Kidul dan sunset yang timbul tenggelam di balik rumah-rumah dan pepohonan sepanjang jalan yang kami lalui. Pukul 05.40 kami pun tiba di losmen Prasetyo. Pertama kali menginjakkan kaki di halaman rumah yang disulap jadi losmen ini kami awalnya gembira. Si abang-abang penunggu losmen pun mengantarkan kami ke kamar yang telah kami sewa. Namun, suasana mistis mulai terasa ketika dua dari awak tim kami pulang dari laut untuk melihat sunset. Salah seorang dari mereka menceritakan kengerian di losmen ini. Hal ini didukung juga dengan sepinya losmen yang menjadikan rumah ini bukan seperti penginapan. Akan tetapi lebih seperti tempat persembunyian di dekat Pantai Parang Tritis. Malamnya kami mulai berjalan ke arah pantai dan menyusuri laut disana. Disini juga terasa suasana mistis karena pada malam itu merupakan malam Jumat Kliwon dimana banyak penduduk yang melakukan ritual-ritual di pantai tersebut. Tidak jauh dari lokasi ritual juga terdapat semacam pasar kaget yang menjual berbagai macam jenis dagangan. Mulai dari pakaian, permainan, alat perkakas, hingga jimat-jimat yang diyakini oleh beberapa orang. Namun, malam itu kami tidak berlama-lama di pantai karena suasana yang seram dan minimnya penerangan di pantai itu menjadikan pantai ini sangat tidak menyenangkan untuk dikunjungi di malam hari.
***
Paginya, kami terlambat bangun. Hal ini menyebabkan kami tidak sempat menyaksikan sunrise di balik Gunung Kidul yang letaknya persis di depan losmen kami. Namun, pagi itu juga kami mulai berbenah dan menuju pantai kembali untuk menikmati suasana di sana. Sesampainya di pantai, barulah kami melihat indahnya pantai yang tadi malam kami kunjungi. Ombaknya yang besar menjadi sensasi tersendiri ketika berada di tengah-tengahnya. Di pantai ini kami mulai bercanda dan berlari-larian seenaknya. Ketika air surut kami ke tengah, dan ketika ada ombak yang besar kami mulai berlari-larian. Ada juga beberapa teman kami yang sengaja berfoto di tengah ombak dan membiarkan pakaiannya basah. Di pantai ini juga ada dokar dan bapak penjual kacamata. Salah satu trik bapak ini untuk menggaet pelanggan wanitanya adalah memanggil ‘puteri’ kepada pelanggannya ini. Yah, bagi saya dan beberapa teman saya yang notabene orang Sumatera pasti akan terbang mendengar sebutan ini.
Usai bermain-main di pantai kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke Malioboro. Sesampainya di Malioboro kami mulai mencari hotel dan berencana pergi ke Borobudur. Namun, waktu dan kesempatan sepertinya tidak berpihak dan hal ini merubah rute kami yakni hanya berbelanja di Malioboro. Awalnya kami merasa sedikit sedih karena tidak jadi ke Borobudur di hari itu. Planning yang gagal menjadikan kami bermuram durja hingga akhirnya…Terereeeng… Malioboro mengubah kesedihan itu menjadi sifat belanja gila yang menjadi-jadi. Di Malioboro ini kami seolah-olah mendapatkan semangat baru untuk lebih kuat berjalan, menawar dan mencari oleh-oleh yang pas untuk dibawa pulang. Harga yang ditawarkan pun lumayan murah dan menjadikan kami sedikit ahli dalam hal tawar-menawar. Di Malioboro kami menghabiskan waktu sampai malam dan baru pulang ketika kaki-kaki kami rasanya sudah mau copot. Perjalanan pulang ke hotel Indonesia merupakan suatu hal terberat yang kami rasakan karena setiap langkah yang kami lakukan berpeluang bagi kami untuk singgah di kaki lima yang menawarkan berbagai produk dan oleh-oleh yang membuat silau mata dan hasrat yang besar untuk menghabiskan uang disana.
Sesampainya di hotel Indonesia, kami istirahat sejenak dan memulihkan tenaga untuk kembali pergi ke alun-alun selatan Jogja. Perjalanan ke alun-alun selatan kami tempuh dengan berbecak ria dan menikmati malam di Jogja. Jogja memang kota yang indah dan temaram di malam hari. Jauh dari hiruk pikuk dan hingar bingar dunia metropolitan yang terkadang masih semrawut ketika malam tlah tiba. Di alun-alun selatan, kami mulai mengisi perut terlebih dahulu dengan mencicipi makanan khas dan minuman khas Jogja. Tidak lupa juga kami menikmati suara-suara pengamen di Jogja yang mana mengamennya tergolong bagus dan berkualitas. Setelah makan-makan, kami mulai mencoba mitos pohon beringin yang ada di alun-alun selatan ini. Ketika mencoba beringin inilah aku merasa benar, namun ternyata salah. Langkah yang melenceng dan halusinasi semu yang menjadikan aku tak sampai-sampai ke tengah beringin ini. Bosan mencoba, aku pun mengurungkan niatku untuk kembali melangkah dan menjadikan mitos ini hanya mitos. Hahaha… Emang gue pikirin.
Selepas mencoba mitos beringin yang aneh itu, kami pun naik sepeda hias yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadikan sepeda ini sangat digandrungi oleh wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Kami bersepeda sebentar saja (hanya 2 keliling) alun-alun dan setelah itu kami pun kembali ke hotel.
***
Pagi ini kami bangun tepat waktu. Pukul 06.00 aku dan salah satu awak tim kami mulai berbecak ria menuju pusat oleh-oleh Bakpia Pathuk 25. Kami pun mulai blenja-blenji Bakpia untuk dibawa pulang. Setelah itu pukul 07.00 kami mulai perjalanan ke Candi Borobudur dengan terlebih dahulu ke terminal Jombor. Di terminal Jombor inilah kami menyempatkan diri untuk sarapan di angkringan dan membeli bekal makan siang untuk di Candi nantinya. Perjalanan ke Borobudur merupakan perjalanan yang cukup lama, sekitar 3 jam. Setelah sampai di terminal Borobudur kami pun mulai berjalan kaki ke arah Candi di tengah cuaca terik hari itu. Sesampainya di Candi, kami pun mulai membeli karcis dan masuk ke Candi dengan terlebih dahulu menggunakan batik yang diikatkan ke pinggang. Pembatikan ini dilakukan untuk menjaga kelestarian batik di mata dunia (ini opiniku, opinimu). Nah, di Borobudur ini satu-satunya kegiatan yang kami lakukan adalah FOTO-FOTO dan BERNARSIS RIA. Namun, salah satu dari awak tim kami yang dulunya pernah mencari lokasi ‘bobok’ siang di Candi Prambanan lagi-lagi hanya menjadi fotografer di acara foto-foto ini. Sepertinya ia kurang tertarik untuk menjadi objek foto. Di Borobudur kami menghabiskan waktu yang cukup lama hingga siang dan kami pun makan siang di pelataran candi dengan bekal yang telah kami bawa sebelumnya.
Setelah itu kamipun pulang dan juga sempat ‘nyangkut’ di pasar tradisional yang kembali menawarkan oleh-oleh khas Jogja dan Borobudur di sini. Perjalanan pulang dari Borobudur kami rasa sangat melelahkan. Hal ini terlihat dari kondisi seluruh tim yang tertidur pulas di bis angkutan menuju Jombor. Dari Jombor kami pun kembali menuju hotel Indonesia untuk mengambil barang-barang yang kami titipkan sebelumnya. Pukul 05.00 sore, kami pun menuju mesjid sekitar Malioboro untuk sholat magrib kemudian setelah itu kami menuju shelter Trans Jogja untuk menuju stasiun Lempuyangan karena pukul 07.20 KA Gajah Wong akan berangkat kembali ke Jakarta. Perjalanan di bus kami habiskan dengan bersenda gurau dan perpisahan kecil-kecilan dengan kota ini. Di dalam bus kami tertawa cekikikan dan mulai ngalor ngidul nggak jelas. Hingga akhirnya kami merasa perjalanan ini terlalu lama. Padahal jika dilihat di peta, jarak antara Malioboro dan stasiun tidak begitu jauh. Dan ternyata… Kami salah dalam memilih moda transportasi menuju stasiun. Salah seorang bapak mengatakan, ‘Ada baiknya kalau tadi kalian naik becak saja. Kalau naik ini sama saja kalian mengelilingi Jogja dengan bus’. Serasa mendengar langit akan runtuh karena sebentar lagi Kereta kami akan berangkat. Disitu kami mulai panik dan berkeluh kesah. Ada juga yang frustasi sampai ada yang sakit perut mendadak. Hingga akhirnya kami tiba di shelter bus dekat stasiun pukul 07.10 malam. Padahal untuk menuju stasiun kami harus berjalan kaki beberapa ratus meter yang mana hal itu sangat tidak mungkin ditempuh dengan waktu 10 menit. Namun, ternyata Tuhan memiliki jalan lain dimana untungnya ada 1 tukang ojek dan 1 becak yang ada di shelter itu sehingga kami menggunakan 1 ojek dan 1 becak ini untuk mengangkut kami dan barang-barang kami ke stasiun. Tapi ironisnya, bagi para lelaki yang ikut dalam ekspedisi ini, mereka diharuskan berlari sekencang-kencangnya karena tidak muat di ojek dan becak ini. Hingga berkat kerja keras, keyakinan dan semangat juang yang tinggi, kami pun tiba di stasiun Lempuyangan tepat waktu. Dan ternyata lagi, keretanya telat 10 menit dan inilah hal yang menyebabkan kami tidak terlambat pulang ke Jakarta.
Sayonara Jogjakarta… :*

Sunday, June 24, 2012

PULAU PARI, PULAU NATURAL


Pulau Pari merupakan salah satu destinasi wisata bawah laut yang terletak di Kepulauan Seribu Jakarta. Pulau ini memang belum se-populer dengan Pulau Pramuka, Pulau Bidadari dan Pulau Tidung yang ada di Kepulauan Seribu. Namun, keindahan biota bawah laut di pulau ini lebih mengesankan dibandingkan beberapa pulau yang telah disebutkan sebelumnya. Perjalananku kali ini dimulai tanggal 9 Juni 2012 lalu. Aku dan teman-teman sengaja berkunjung ke Pulau Pari dalam rangkaian kegiatan Green Tourism Act dimana program ini bekerja sama dengan GCUI (Green Community Universitas Indonesia) dan Green Peace. Perjalanan dari Pulau Pari ini dimulai sejak pukul 06.00 pagi dari kampus Universitas Indonesia hingga akhirnya kami tiba di Muara Angke pada pukul 08.10. Satu hal yang harus diketahui oleh para petualang yang hendak berkunjung ke lokasi wisata kepulauan seribu adalah kita harus mengetahui budget yang kita miliki dan waktu yang dimiliki ketika berwisata. Jika anda ingin pelayanan dan service yang mewah, anda bisa menyeberang dari Pelabuhan Marina Ancol dengan menggunakan feri mewah. Namun, jika anda ingin berlama-lama menikmati terombang-ambing di laut dengan kapal kayu bermesin, anda cukup menyeberang lewat Pelabuhan Muara Angke. Tentu saja dari harga yang ditawarkan kedua fasilitas ini memiliki perbedaan pada harga, ketepatan waktu dan tingkat kenyamanannya.
Di hari pertama kedatanganku di Pulau ini kami disambut oleh beberapa warga yang sangat ramah. Perjalananku dimulai dari pelabuhan pulau ini ke villa yang akan kami tempati. Untuk masalah tempat tinggal, pulau ini menyediakan banyak rumah warga yang bersedia ditempati. Selain itu juga ada lokasi LIPI yang biasanya digunakan sebagai tempat penelitian di pulau ini dan para wisatawan juga dapat menginap di gedung LIPI tersebut. Pastinya dengan seizin pihak daerah Pari ini sendiri. Hehehe… Nah, siang itu kami makan di lokasi LIPI kemudian setelah itu segera menuju ke lokasi penanaman bakau. Satu hal yang harus dibawa ke pulau ini adalah sandal jepit. Kenapa? Ya, dengan sandal jepit kita bisa masuk laut tanpa harus terpijak sepihan karang yang tajam. Dengan sandal jepit kita juga bisa makan di warung atau restoran. Maka tak heran jika alas kaki yang paling populer bagi para backpacker adalah sandal jepit. So pasti kita juga harus milih-milih dong sandal jepitnya. Jangan sampai terlalu jelek juga.
Setelah puas menanam bakau di pesisir pantai pulau ini kami menuju pelabuhan pari untuk menemui bapak-bapak yang sampannya sudah kami sewa untuk mengantarkan kami ke tempat snorkeling. Di Pulau ini kita sangat mudah dalam hal menemukan tempat penyewaan alat-alat snorkeling karena sebagian besar masyarakatnya menjadikan jasa penyewaan alat-alat snorkeling sebagai profesi mereka. Snorkeling di pulau pari ini sangat menyenangkan. Saat itu aku kebagian snorkeling di daerah antara pulau Pari dan pulau Tikus dimana lokasi snorkeling ini sangat dijaga kebersihan dan tingkat pencemarannya. Nah, dalam ber-snorkeling inilah aku kewalahan melaksanakannya karena kegiatan ini adalah hal yang baru bagiku. Untuk snorkeling digunakan beberapa peralatan seperti snorkel (pipa untuk bernapas), kacamata air, pelampung dan fin (kaki katak). Pertama kali si bapak membagikan peralatan snorkeling awalnya aku hanya diam saja dan urung mengikuti beberapa temanku yang sudah kegirangan akan snorkeling. Phobia-ku terhadap laut (takut tenggelam karena tak bisa berenang) menjadikan kami (aku dan temanku vivi) semakin menjauhi alat-alat snorkeling ini. Namun, melihat kegirangan orang-orang di dalam laut itu aku pun tergerak untuk mengambil alat-alat snorkeling dan mulai menggunakannya. Pertama kali menggunakan snorkel, aku rasanya mau muntah karena di dalam snorkel itu masih ada sisa-sisa air laut yang asin dan aku membayangkan alat snorkel itu adalah bekas mulut orang lain sebelumnya. Setelah menggunakan alat snorkel, aku pun berlatih bernafas sebentar dan mulai menggunakan kacamata air. Dasarnya orang udik, aku tidak sengaja bernafas di dalam kacamata tersebut sehingga muncullah embun di kacamataku ini.
Namun, aku seolah-olah sudah sangat mahir dan mulai menceburkan diri ke dalam laut dengan terlebih dahulu menggunakan pelampung. Nah, ketika menceburkan diri mulai timbul rasa takut di dalam diriku. Entah kenapa rasanya ombak di tempat itu menjadi arus yang sangat mengerikan bagiku dan akhirnya aku cuma nempel di tangga sampan kami. Penasaran dengan terumbu karang, sesekali aku mencelupkan wajahku untuk melihat karang-karang yang indah di lokasi ini. Namun, hingga akhirnya kegiatan snorkeling selesai aku hanya bisa nempel di tangga dan sesekali mencelupkan muka. Kalau diingat-ingat, rasanya aku pengen belajar berenang deh supaya nggak rugi lagi.
Setelah snorkeling usai, kami pun pulang karena perjalanan sudah magrib. Perjalanan pulau dari lokasi ini sungguh menyenangkan. Hal ini disebabkan karena sunset di tengah laut yang dapat kalian nikmati secara jelas seakan memberi tahu kalian batas cakrawala dari pantai pulau ini. Hingga akhirnya, malam pun tiba dan kami melanjutkan beberapa acara seperti talkshow dan hiburan malam bersama di pulau ini.
Keesokan harinya, aku dan vivi mulai mencari sampel air yang akan kami teliti nantinya sepulang dari acara ini. Maklum, kami dikirim kesini dalam misi riset yang mana hal ini juga membuka peluang jalan-jalan gratis bagi kami. Kami pun mulai mencari sampel air di sekitar dermaga LIPI yang lumayan banyak sampahnya. Ya, itung-itung melihat sisi lain dari pulau ini. Hehehe… Setelah itu kami pun menuju Pantai Pasir Perawan yang sangat populer di pulau ini.
Berbicara tentang Pasir Perawan, sepertinya nama ini sangat cocok buat pantai yang satu ini. Disini kalian dapat melihat pantai pasir putih dengan beberapa tumbuhan laut seperti bakau dan pandan laut yang sangat mempesona. Tidak jarang juga terdapat karang-karang di pantai ini karena ketika kami kesana sepertinya pantai sedang dalam posisi surut. Satu hal yang sangat mengesankan tentang pantai ini adalah pasir putihnya yang sangat halus dan terlihat masih perawan (maksudnya belum banyak diinjek orang). Pantai ini terbilang cukup sepi dan sangat cocok untuk dijadikan lokasi ‘Me Time’. Di Pulau Pari juga terdapat Pohon Abadi yang merupakan pohon tua yang sudah ada sejak zaman dulu kala. Pohon ini sangat rindang dan dapat dijadikan lokasi nongkrong yang sangat bagus di siang bolong yang panas. Tentunya dengan ditemani es kelapa muda yang dapat ditemukan di warung-warung pulau ini.

Entri Populer